Sussuuuuuu.
Berbekal pendidikan perhotelan selama 3 tahun, bukanlah waktu yang singkat untuk mendalami bidang hospitality. Hobi jalan-jalan mengharuskan saya memiliki referensi akomodasi untuk tinggal, baik di rumah saudara, rumah kerabat, tempat umum (stasiun, terminal, mesjid) bahkan sewa penginapan. Pada postingan kali ini saya ingin mengapresiasi pelayanan salah satu hotel di Kota Priangan, kesan pertama yang kurang nyaman terbalaskan dengan pengalaman mengesankan.
Saya bisa stay di hotel karena ada tiga pilihan. Pertama, menghadiri acara pelatihan, penataran, tugas negara (berat banget bahasanya) hahaha. Kedua dalam rangka studi lapangan, terakhir dalam rangka berpelesir ‘backpacker’. * khusus untuk poin terakhir gak lebih dari hotel kelas melati okeh.
(pengennya sih dapet hadiah quiz, “selamat anda berkesempatan mendapatkan paket liburan gratis kemanapun anda inginkan, tanpa syarat dan ketentuan berlaku) ngacooooo…. Tapi asli saya ngarep !!
Ok, jadi saya dapet kesempatan tidur di hotel gratis,tis,tis untuk kesekian kalinya (termasuk makan, hiburan dan uang saku) kesempatan ini saya dapetin dalam rangka seleksi Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) wuihhh, acara apaan itu? Sesuai judulnya, nah pada tahap seleksi terakhir ini bisa dibilang semacam karantina, selama tiga hari peserta diisolasi didalam hotel untuk mengikuti serangkaian proses seleksi.
Lokasi hotelnya memang bukan di pusat Kota, melainkan di kawasan pinggiran yang cukup strategis karena diapit oleh tol-tol utama yang memasuki kota Bandung : tol Pasir Koja, M. Toha, Kopo dan Buah Batu. Sebelumnya saya sudah kros-cek dulu di internet, selain saya ga tau dimana alamatnya, saya juga butuh informasi tentang eksistensi hotel tersebut (so kritis). Dari informasi yang didapat, hotel tersebut dikategorikan sebagai hotel bintang 2 dan merupakan jaringan hotel lokal yang memiliki brand hotel sama di beberapa daerah di Jawa Barat dan Jakarta.
Mari kita langsung ke TKP. Dari segi fisik luar, hotel ini cukup besar, bisa dibuktikan dengan bangunan yang menjulang 7 lantai disertai lapangan parkir luas nan sesak oleh kendaraan roda empat. Disaat peserta seleksi sudah berkumpul dan menyelesaikan tes tertulis pengetahuan umum, pihak panitia menginformasikan kamar masih belum bisa ditempati, sekitar pukul 14.00 (padahal kan jam check in udah lewat dari tadi, astaga). Barulah sore kita bisa menuju haribaan masing-masing.
Setiap kamar berpenghuni 3 orang, dipikiran saya waktu itu kalaupun double atau twin bakal pakai extrabed, ternyata - oh ternyata, matras dan bed dipisah jadi dua. Strategi saya, hindarilah bagian matras. *Tanpa bermaksud suuzan, hotel ini punya laundry ga sih? Semua linen di bathroom kosong, dan perbed hanya dilapisin satu shett tanpa blanket apalagi duvet.
Sepengalaman saya, kalau backpacker banyak hal tetek-bengek sepele tapi penting untuk disiapkan. Beda sama stay di hotel, misalnya ga usah bawa bathroom amenities (sabun, sampo, odol, handuk), ga bawa botol minum, ga bawa uang receh, ga bawa kantong plastik et cetera..
Saya senasib, salah seorang teman sekamar saya ga bawa handuk juga. Pas kita Tanya sekeliling, semua kamar peserta handuknya ditiadakan, ohh please. Daripada gak mandi, temen saya inisiatif nelpon ke reception, biarlah dikena charge.
Kurang dari 5 menit “tengtong, suara bel berdetak” aha, roomboy datang dengan 3 lembar handuk ditangannya, langsung saya Tanya “nanti bayarnya dimana? Di reception?” sang roomboy menimpali “Ga usah mas, biarin aja” :). Dalam hati, alhumdililah. Terakhir saya sempet nanya dan mastiin nama Room boy itu, pengennya ngisi guest comment dan nulis apresiasi, lebayy kali ya. Tapi saya punya pendapat sendiri, saya pernah merasakan posisi sebagai roomboy, at least penuh suka duka. Saya bisa membayangkan kalau saya dapat komentar dari tamu, bahwa mereka puas akan pelayanan yang didapatkannya. Hal ini akan disampaikan kepada GM hotel, pastinya saya akan mendapat award walaupun sebatas ucapan selamat dan terima kasih. Hal tersebut merupakan suatu pencapaian prestasi. Inilah yang ingin saya ungkapkan atas pelayanan hotel yang responsive dan ramah.
Standarnya hotel berbintang nyediaain 2 bottles of mineral water (banter-banter ada coffee/tea maker) Ogah deh, kalau harus ambil minum di mini bar yang harganya melambung bisa 5 kali lipat harga normal. Nyatanya disediain dispenser disetiap lantai, lain waktu pas selesai tes kesenian sebelum menuju haribaan (red kamar) panitia informasiin untuk ambil air minum kemasan gelas dulu, katanya ini dari pihak hotel. Berhubung yang lain udah minggat duluan, jadi satu kardus saya berbagi sama peserta yang ketemu sisanya buat stok di kamar. Halah
Besoknya saya memuaskan hasrat tidur di hotel, karena hari itu saya ga lolos untuk seleksi tahap 20 besar, minimal perwakilan kamar saya dua orang lolos. Good chance, to relax all over body kan. Puas tidur saya keluar kamar ‘kalau kata sunda lulungu’ setengah sadar setengah tidak ceunah. Saya tutup pintu kamar tapi ga saya kunci, pintunya terkunci otomatis. Saya pikir ini kan model pintu rumahan yang gagang pintunya bulat terus ada tonjolan ditengahnya, jadi kalau kekunci tonjolannya harus diteken dulu. Telepon lagi reception, Eng Ing Eng, kehadiran room boy kali ini bak pahlawan bagi penghuni kamar, pasalnya temen saya udah bener-bener kebelet buang hajat, doi ogah kalau harus numpang dikamar teteangga.
Malem terakhir, disaat peserta lain ngiler, ngingo, and doing other habits. Ada sebagian kelompok yang melakukan forum tengah malam hingga pagi menjelang. Mereka pun dibekali energi santapan junk foot, hebatnya hotel mengizinkan itu junk food dipesan dan diantarkan langsung.
Bapak-ibu, klasifikasi hotel yang berbintang-bintang belum tentu menunjukan kualitas dari pelayanan lho. Klasifikasi menentukan pelayanan, inilah yang ada di benak khalayak umum. Memang tidak ada salahnya, hotel berbintang-bintang selain memiliki SOP (standar Operating Procedure) ditunjang oleh SDM memadai. Namun disisi lain hotel sekelas melati-pun bisa memberikan excellent service apabila hal tersebut sudah menjadi budaya perusahaan. Trust me, it work